Cleo memandang wajahnya di depan cermin, matanya yang biru, bibirnya merah merona dan rambutnya yang panjang. Wajahnya begitu mempesona. Tak ada kerutan di wajahnya meski ia telah menginjak usia empat puluh lima tahun. Tapi dirinya terlihat lebih muda sepuluh tahun dari usia sebenarnya.
Pandangan matanya menerawang jauh, menembus tembok rumahnya yang megah, bahkan lebih jauh dari pandangannya. Perasaannya kalut memikirkan sang suami yang akhir-akhir ini begitu berbeda; menjauhinya, meski perlahan, tapi pasti. Perbedaan itu jelas terasa.
"Aku harus tahu, kenapa Mas Henry menjauhiku? Pasti ada sesuatu, pasti." ucapnya dalam hati.
"Kalian mau kan membantuku?" pintanya pada kedua sahabatnya. Mereka hanya mengangguk tanda setuju.
Hingga suatu saat.
"Kamu datang ke apartemenku sekarang!" kata Veronica di telpon. Dengan hati tak menentu Cleo segera pergi.
Evelyne dan Veronica sedang menunggunya.
"Katakan saja apa yang terjadi" Cleo tak sabar menunggu, tanpa permisi langsung memberondong kedua temannya dengan pertanyaan.
"Tenang dan duduklah dulu!" kata Evelyne.
"Kami belum tahu, ini benar atau tidak? Tapi lihatlah!" Veronica memperlihatkan sesuatu.
Hati Cleo panas. Bahunya terguncang saat melihat beberapa helai poto yang diperlihatkan kedua temannya kepada Cleo. Apalagi saat pandangannya menembus ke luar, tampak jelas olehnya suaminya sedang bergandengan mesra dengan seorang wanita.
Ia berlari menghadang suaminya.
"Begini cara meeting kamu Mas?! Yeah, aku tahu sekarang, kenapa akhir-akhir ini kamu berubah? Ow... Sepertinya aku tahu wanita ini. Dia temanmu dulu kan?! Lagi reuni ya? Reuni cinta?!" ucapan marah Cleo tanpa henti.
"Tunggu surat cerai dariku!" kata Cleo geram.
***
Cleo tersenyum, menyaksikan rumahnya.
"Inilah surgaku!" ucap Cloe sambil menghela nafas. Ferdian, suaminya kini begitu menyayanginya.
Cleo membuka pintu rumahnya perlahan. Ia menyesal apa yang dilihatnya. Bayangan Henri kembali muncul. Ferdian lebih dari seorang Henry. Ferdian selingkuh di depan matanya, bercumbu dengan wanita lain, bahkan kali ini di dalam rumahnya sendiri.
Dicabut tombak itu oleh Cleo yang menghunus pada patung yang berdiri tegap--seolah-olah menjadi penjaga setia--di dekat pintu. Ditusuknya tombak itu kejantungnya. Tiba-tiba daras tersiap. Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya, tetapi rasa sakit itu tidak sebanding dengan rasa sakit yang ia rasakan selama ini.
Cleo bunuh diri. Cleo menjadi gelap mata. Ia mengakhiri hidupnya dengan cara seperti itu. Sebuah
cerita cinta pahit dalam hidup yang dialaminya.